Rabu, 11 Mei 2011

Lima Belas Menit

            “Permisi, Pak. Maaf telat.”
            “Kamu lagi! Ini sudah jam berapa?”
            “Maaf, Pak. Tadi habis ngantar sepupu ke bandara.”
            “Banyak alasan! Keluar!”
            
Beginilah tradisi baruku di hari Selasa. Aku memang menunggu pagi, karena saat itu Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup. Tapi hari ini aku merasa pagi tidak lagi jadi sahabat. Terlalu berat jam tujuh menuntutku sudah terjaga, karena aku harus masuk tidak lebih dari lima belas menit. Jika lewat, ya seperti tadi. Aku harus keluar dan menunggu jam berikutnya. Padahal aku bayar penuh uang kuliah untuk semua waktu.

Selasa, 03 Mei 2011

Diamlah!

"Aku benci ketika harus bercerita dan mereka berkomentar seakan mereka tahu segalanya. Belum lagi teori omong kosong yang tak masuk akal membuatku kian muak untuk terbuka. Apa sih yang mereka cari? Bukankah status fb temannya sudah habis dia buat mati gaya dengan segala komentar gak penting. Masih kurangkah? Atau dia perlu banyak kata untuk mendiskripsikan dirinya? Atau ini adalah cara untuk selalu dikenang?"

Teman menjadi barang langka bagi Mika. Dia lebih suka berdiam dan menafsirkan segalanya dalam pikiran. Tak ada yang tahu apa isi kepala anak aneh itu, begitu teman sekalas memanggilnya.