“Kamu lagi! Ini sudah jam berapa?”
“Maaf, Pak. Tadi habis ngantar
sepupu ke bandara.”
“Banyak alasan! Keluar!”
Beginilah tradisi baruku di hari Selasa. Aku memang
menunggu pagi, karena saat itu Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup.
Tapi hari ini aku merasa pagi tidak lagi jadi sahabat. Terlalu berat jam tujuh
menuntutku sudah terjaga, karena aku harus masuk tidak lebih dari lima belas
menit. Jika lewat, ya seperti tadi. Aku harus keluar dan menunggu jam
berikutnya. Padahal aku bayar penuh uang kuliah untuk semua waktu.