Jumat, 03 Desember 2010

Anakku Timang, Anakku Buang

Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
Sejenak lagu “Kasih Ibu” karya S.M Moctar ini mengajak kita kembali mengenang betapa besar kasih sayang yang diberikan seorang ibu kepada anaknya. Bagaimana tidak? Ibu rela mengandung sembilan bulan dengan bobot yang luar biasa dan merusak tubuh langsingnya. Kemudian kita lahir dan menyita begitu banyak waktunya hanya untuk membuat kita merasa nyaman berada di dunia yang baru.
Namun bagaimana dengan kasus seorang ibu yang membunuh anak kandungnya sendiri? Apakah iya kasih sayang seorang ibu sudah tiada? Apakah iya lagu di atas sudah tidak relevan lagi di zaman serba canggih ini?
Kasus pembunuhan anak kandung bukan lagi hal tabu di dunia kriminal saat ini. Begitu mudahnya seorang ibu menggorok leher anaknya[1] merupakan salah satu contoh dari banyaknya kasus tentang pembunuhan anak sendiri.
Ada banyak motif dengan berbagai perspektif yang mendorong perbuatan tersebut. Hampir semua kasus pembunuhan terhadap anak kandung dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi yang morat-marit. Ketakutan tidak bisa membiayai kehidupan anaknya kelak membuat orangtua (ibu) mengambil tindakan yang gegabah. Hal ini disebut dengan pelepasan (salvation). Dalam kajian studi kriminologi (Nitibaskara, 2009: 151-152), pembunuhan terhadap anak kandung dikarenakan ketidaksanggupan seorang ibu untuk memberi makan pada dirinya dan buah hatinya yang mengakibatkan pertimbangan rasional seorang ibu untuk memilih jalan lain. Kasih sayang seorang ibu yang tetap terjaga itu membuatnya berpikir untuk mengakhiri penderitaan ini. Tindakan pembunuhan merupakan pilihan akhir yang tersulit yang harus diambil untuk memutus rantai derita kelaparan tersebut. Tindakan pelepasan (salvation) ini bisa saja dibenarkan karena adaya rasa empati pada pelaku (ibu) yang tidak tega melihat anaknya menderita.
Selain itu dijelaskan oleh Mead dalam buku Teori Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat (Soekanto, 1982: 119) yang menerima pandangan Darwin bahwa dorongan biologis memberikan motivasi bagi perilaku manusia. Dorongan rasa lapar memotivasi seorang ibu untuk membunuh anaknya. Hal tersebut sebagai bentuk pertahanan diri terhadap lingkungan yang berubah yang disebut the survival for the fittes oleh Herbert Spencer, dimana organisme yang lemah akan mati menghilang sebelum menggandakan diri. Posisi ini didapati oleh anak yang menjadi korban pembunuhan dimana dia berada pada posisi yang lemah karena ketidaktahuannya.
Begitulah sudut pandang yang dapat ditawarkan oleh pendekatan tersebut. Sepintas pembunuhan memang terlihat kejam, karena pelaku mengambil hak Tuhan atas nyawa seseorang. Status keibuannya pun mulai dipertanyakan. Tapi begitulah hidup, sebuah pilihan. Pada intinya setiap tindakan mempunyai alasan tersendiri, terlepas itu benar atau salah.

DAFTAR PUSTAKA
K.J. Veeger. 1986. Realitas Sosial. Jakarta: Gramedia
Nitibaskara, Ronny Rahman. 2009. Perangkap Penyimpangan dan Kejahatan: Teori Baru dalam Kriminologi. Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian
Soekanto, Soerjono. 1982. Teori Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia


[1]http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newsvideo/2010/08/02/110350/Sunari-Tersangka-Pembunuh-Bayi-Sendiri

8 komentar:

  1. the way of kepepet.. perbuatan2 macam itu bisa juga di sebabkan oleh "kepepet" tertekan... jd sgala mcm cara pun di tempuh.. kya lg ngerjain ujian trus benar2 stuck.. the way of kepepet nyontek pun di lakukan..

    BalasHapus
  2. hidup itu suatu pilihan ya ... tetapi kalau memilih jalan seperti itu tetap saja berdosa, kalau saja mengerti, mereka sendiri yang mengambil langkah yg salah ... mudah2 an cara berpikir seorang ibu seperti itu tidak dijadikan sebuah prinsip hanya karena alasan atas kslahan sendiri ...

    BalasHapus
  3. ketika agama dikaitkan dg suatu masalah, sudah tentu itu menjadi suatu hal yang pasti dan gak bisa diganggu gugat.

    tapi aku mau tanya? (aku sangat penasaran!) bukankah salah satu tanda akhir zaman itu orangtua membunuh darah dagingnya sendiri? (kalau salah, mohon diralat). berarti itu sudah menjadi ketentuan Tuhan bukan? atau berbicara tentang takdir, bagimana jika seseorang memang ditakdirkan mati dengan cara dibunuh?

    BalasHapus
  4. sebenarnya orang tua membunuh anaknya sudah pernah ada di zaman kenabian dulu ... untuk masalah ini bisa saja benar namun beda tujuan, untuk takdir seseorang mati dibunuh berarti yg mencabut nyawa bukan tuhan/malaikatNya tapi manusia .. intinya bisa jadi takdir dibunuh bisa diubah. :)

    BalasHapus
  5. masalah yang sangat sering di bahas dan di tampilkan di media2,,
    masalah yang seharusnya menjadi sesuatu yang harus dibahas dan diperhatikan dengan jeli, menjadi terlihat biasa saja...
    perampasan hak untuk hidup yg dilakukan oleh perantaranya sendiri...
    yang diharap bisa menjaga justru merampas segalanya,hmmm...

    BalasHapus
  6. artikel mu keren jenk ...
    dua jempol buat kamu deehh , haha

    BalasHapus
  7. media yang membuatnya biasa atau seringnya kasus ini yang membuat hati tak lagi takut akan dosa??

    makasih....

    BalasHapus