Kamis, 17 Maret 2011

Brino (dudu) Lanang

Hari ini salah satu teman kami, sebut saja dia Montana, sedang berduka. Eyang tercintanya baru saja berpamitan pergi menghadap Tuhan (pantas saja perawakan besarnya tidak tampak hari itu di Hima). Sebagai kawan yang penuh cinta dan kasih (cukup diragukan), saya, Kuncoro, Sasy, Yuni, dan Brino pun pergi berkunjung ke rumahnya.

Ternyata bukan hal mudah bagi kami orang desa untuk menyusuri jalan kota Jogja. Nyatanya, kami 2x nyasar dan harus berbalik arah. Entahlah karena malam yang membuat jalan tak begitu jelas atau dasarnya yang udik dengan jalan raya. (Hahahahaha, kayaknya gak separah itu juga sih).

Kami pun janjian bertemu dengan Brino di depan Pasar Klitikhan. Setelah cukup lama menunggu, Brino dengan style hitamnya pun datang. Dia memimpin perjalanan, karena saat itu kita berada di kawasan kekuasaannya. Wirobrajan!

Sampailah pada rumah yang dituju. Aspal yang masih basah akibat hujan tadi sore membuat kami berjalan lebih pelan. Tenda pun masih berdiri di sepanjang gang. Satu per satu dari kami masuk dan bersalaman dengan orangtua Montana. Sedikit basa-basi dan Montana pun keluar. Menyeramkan! Gaya kucel baru bangun tidur.

Kemudian kami pindah ke depan teras. Sepertinya di luar lebih nyaman untuk berbincang. Berhubung kami datang saat maghrib dan menjelang acara yasinan, suasana di sana mulai ramai. Tetangga mulai datang membawa doa. Kursi-kursi pun disipakan lagi. Di sinilah deklarasi jenis kelamin Brino dipertaruhkan!

Posisi
Montana-Kuncoro-Brino, Yuni-Ajeng-Sasy. (saling berhadapan)

Kronoligi Kejadian
Tamu-tamu yang datang pertama adalah kakek-kakek. Sudah menjadi tradisi, kami saling bersalaman tetapi tidak semua. Sesuai ajaran agama yang saya anut (Islam), di antara pria dan wanita tidak boleh saling bersentuhan sebelum menjadi muhrim. Jadi, saya, Yuni, dan Sasy pun dilewati begitu saja. Namun, keganjilan terjadi pada saat tangan akan menghampiri Brino. Tangan kakek itu maju dan mundur, seakan ragu untuk berjabat. Brino pun tampak bingung dengan sikap Si Kakek. Mungkin karena malam, atau penglihatan orang lanjut yang mulai kabur, atau karena rupanya Brino yang memang cukup meragukan untuk dikatakan sebagai wanita. Belum lagi dia duduk sederet dengan laki-laki. Karena Si Kakek terlalu lama mengambil keputusan, langsung saja Brino menyaut tangan kakek dan menjabatnya. Sentak saja kakek itu kaget dan dengan cepat mengirim respon bahwa Brino adalah perempuan!
"Eh, terlanjur!" begitu ungkap kakek dan berlalu ke dalam rumah.
"Eh, dudu lanang to." sambung kakek yang di belakang dan kemudian semua kakek melalukan Brino.

Aku dan para perempuan tulen lainnya (Sasy dan yuni) hanya bisa menahan tawa dan tangis. Sungguh ironis! Mungkinkah kakek itu akan berwudu lagi? Atau mungkinkah Brino akan memanjangkan rambut dan memakai gincu? Kita lihat saja perubahanya setelah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar