Selasa, 02 November 2010

Bukan Sulap, Mungkin Sihir

Anda tentu pernah dengar tentang seorang bocah yang mendapatkan anak petir (baca: batu) dan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit apapun. Ya, dialah Ponari. Semenjak kejadian aneh yang menimpanya, dia dikenal sebagai dukun cilik sakti yang mampu menyembuhkan segala macam penyakit hanya dengan sebuah batu ajaib. Ini bukanlah kisah pertama tentang kekuatan supranatural yang dimiliki oleh sebagian orang saja. Kabar terbaru terkait aktivitas Gunung Merapi juga membawa cerita tersendiri tentang sebuah mitos. Warga Desa Tlogolele, Selo yang bermukim di kawasan lereng Merapi lebih percaya dengan wangsit Mbah Petruk sebagai penjaga Merapi daripada prediksi seismograf, sebuah alat pengukur gempa yang digunakan oleh Pemerintah.[1] Meski pemerintah telah mengeluarkan status pada Merapi menjadi siaga dan aktivitas Merapi yang meningkat, hal tersebut tidak merubah keyakinan warga di sekitar lereng Merapi. Seperti yang saya kutip pada Koran Solopos edisi Senin, 18 Oktober 2010, halaman 1, “Salah seorang warga Stabelan, Parto Pawiro, 65, menuturkan warga Stabelan akan mengungsi jika sudah ada ‘perintah’ dari Mbah Petruk, sesepuh yang diyakini warga sebagai penunggu Merapi.”[2] 


Fenomena lain tentang adanya kekuatan supranatural atau hal-hal berbau mistis juga dapat kita saksikan melalui program-program acara pertelevisian, seperti ‘Dunia Lain’nya Trans TV, ‘Percaya Gak Percaya’nya ANTV, atau ‘Ekspedisi Alam Gaib’nya TV7. Suatu reality show yang menyuguhkan gambaran tentang penampakan hantu ini cukup diminati oleh masyarakat.[3] Di samping itu beberapa berita sering menyuguhkan peristiwa aksi dukun santet yang meresahkan warga. Salah satunya adalah kasus yang terjadi di Probolinggo, Jawa Timur, dalam Liputan 6 SCTV, “Warga melempari rumah Selamet dan dua rumah lainnya karena diduga si pemilik rumah memiliki ilmu santet yang menyebabkan Riyanto, warga desa tersebut meninggal.”[4] 

Beberapa fenomena di atas cukup membuktikan bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih percaya terhadap mitos ataupun tahayul. Mochtar Lubis mengatakan dalam bukunya Manusia Indonesia bahwa orang-orang Indonesia cenderung masih percaya tahayul dan mitos, sehingga Indonesia memiliki banyak simbol.[5] Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah mitos, tahayul, hantu, atau ilmu hitam itu benar-benar ada? Apa saja kepercayaan orang Indonesia di luar agama yang dianutnnya? Dan adakah hubungan kepercayaan tersebut dengan kebudayaan dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia.

Sihir atau ilmu hitam seringkali diidentikkan dengan kekuatan jahat karena ilmu hitam itu sendiri pada praktiknya sering digunakan untuk mencelakakan orang lain. Sihir berakar dari bangsa Celtic yang hidup antara 700 SM dan 100 Masehi. Orang-orang bangsa Celtic sangatlah spiritul. Mereka menyembah dewa dan dewi. Agama yang mereka peluk adalah pantaeistik, yaitu menyembah banyak aspek dari sumber kehidupan dengan segala ritualnya.[6] Hal inilah yang kemudian diadopsi oleh bangsa lain seperti Amerika Utara, Eropa, termasuk Indonesia. Jika dikaji dengan ilmu pengetahuan atau sains, sihir belum bisa dijelaskan secara empirik dan sistematis. Namun kejadian yang berhubungan dengan sihir pun kian merebah. Bahkan salah satu tokoh terkenal sosiologi, Auguste Comte, mengatakan bahwa manusia mengalami tiga tahap perkembangan yang disebut “hukum tiga keadaan”, yaitu teologis, metafisik, dan positivisme. Keadaan pertama adalah teologis di mana manusia mencari penyebab dari timbulnya suatu fenomena, baik dihubungkan dengan benda-benda di sekitar (fetishisme atau memuja benda seperti jimat) atau menganggap adanya makhluk gaib. (politeis). Masa ini adalah ketika manusia percaya terhadap hal-hal magis seperti sihir, roh-roh, mitos, ataupun ilmu hitam.[7] Filusuf terkenal asal Yunani, Plato, pun pernah membedah terkait ilmu tersebut namun hanya setengah jalan. Seperti kenapa manusia yang duduk bersila bisa melayang (levitas) atau menghancurkan benda dari jarak jauh.[8.

Lalu apakah ilmu hitam atau hal-hal berbau mistis itu ada? Ya, ilmu hitam atau mistikisme itu memang masih ada. Salah satunya adalah gendam. Gendam atau hipnotis merupakan suatu ilmu yang dapat mengacaukan dan mendungukan kesadaran seseorang sehingga korban tidak bisa menolak jika diminta, atau tertipu.[9] Kasus penipuan dengan metode gendam ini sering kita dengar pada saat musim mudik lebaran. Korbannya pun tidak hanya satu. Ilmu hitam juga sering dikaitkan dengan dunia roh, karena dalam menjalankan ritual ilmu hitam diperlukan bantuan dari alam lain.

Alam lain atau dunia lain pun memiliki cerita tersendiri. Dunia lain biasanya dikaitkan dengan makhluk halus atau penampakan. Tentu kita masih ingat dengan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh hantu Kolor Ijo atau lahirnya anak Gunderwo dari rahim seorang manusia. Dunia lain ini memang masih sangat eksis dibandingkan dengan ilmu hitam yang masih diragukan ataupun ditolak oleh kebanyakan orang karena dianggap tidak sesuai dengan kaidah agama. Kita pun sudah sering melihat aksi mereka di layar kaca, entah itu asli atau hanya tipuan. Setiap daerah, terutama masyarakat adat, memiliki kepercayaan tersendiri terhadap makhluk halus. Seperti Bali yang mengenal Leak atau Jawa dengan hantu-hantunya yang beragam. Beberapa tempat angker seperti museum, kuburan, rumah kosong, pohon besar, sering disebut-sebut sebagai tempat tinggal para demit ini. Tidak jarang tempat seperti itu dijadikan pesugihan bagi warganya. Bahkan simbol-simbol seperti bau melati, menyan, lolongan anjing tengah malam, atau bunyi tokek dan burung hantu ditandakan sebagai keberadaan makhlus tersebut.

Di samping ilmu hitam dan makhluk halus, kepercayaan orang Indonesia yang lain adalah mitos atau tahayul. Mitos menurut Levi-Strauss memiliki hubungan nyata dengan bahasa, karena merupakan suatu bentuk dari pengucapan manusia. Sebuah mitos dikaitakan dengan kisah-kisah atau kejadian yang dipercaya begitu saja di masa lampau.[10] Mitos pada hakikatnya adalah sebuah pesan moral yang disampaikan melalui sebuah kisah. Beberapa contoh mitos yang masih kental beredar di masyrakat, antara lain dilarang makan di depan pintu. Mitos tersebut dipercaya dapat menjauhkan kita dari jodoh, padahal nilai dari mitos itu adalah agar tidak menghalangi orang lewat karena pintu sebagai sarana keluar masuknya orang. Mitos lain adalah “dilarang potong kuku tengah malam, bisa jauh dari rejeki”. Nilai dibalik mitos itu adalah, ketika memotong kuku malam hari itu tidak baik karena suasananya yang gelap sehingga mata tidak bisa melihat dan dan mengakibatkan terluka pada kuku.

Jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan sebelum adanya sebutan Indonesia, masyarakat adat yang masih berbentuk kerajaan telah mengenal sistem religi lebih dulu. Mereka menganut kepercayaan animisme, atau memuja kepada dewa atau roh. Mereka percaya adanya roh jahat dan roh baik yang mempengaruhi kehidupan mereka. Roh tersebut merupakan roh orang terdahulu yang menjelma ke dalam tubuh manusia atau hewan.[11] Dalam kepercayaan animisme pun mereka mengenal ibadah atau ritual keagamaan. Biasa mereka menyebutnya dengan upacara adat. Upacara adat merupakan aktivitas sakral yang ditujukan untuk hal-hal tertentu seperti kematian, perkawinan, atau penyambutan usia dewasa. Upacara adat juga memiliki banyak unsur, antara lain bersaji, berkorban, berdoa, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berprosesi, memainkan seni drama suci, berpuasa, dan bertapa.[12] 

Setelah munculnya agama, sistem kepercayaan masyarakat Indonesia menjadi monoteisme. Percaya pada satu Tuhan seperti yang tercantum pada sila pertama pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun bukan serta merta masyarakat meninggalkan kepercayaan nenek moyang mereka. Nilai-nilai dalam kepercayaan terdahulu sampai sekarang masih diyakini sebagain besar masyarakat. Bahkan terjadi akulturasi antara ritual kepercayaan dan ritual keagamaan. Contohnya adalah upacara sekaten dari tanah jawa. Sekaten merupakan upacara kerajaan yang dilaksanakan selama 7 hari. Upacara ini sebagai peringatan Maulid Nabi. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua Gamelan Sekati yang kemudian selama 6 hari dimainkan di depan Masjid Agung Surakarta.[13] Selanjutnya hari terakhir keraton mengeluarkan gunungan yang tersusun atas beras ketan, sayur, buah, dan makanan. Gunungan itu kemudian menjadi rebutan karena dipercaya dapat menyuburkan sawah.[14] 

Kepercayaan yang dibawa pada masa lampau itu masih memegang pengaruh pada masyarakat kini. Masyarakat sekarang masih percaya adanya makhluk lain yang tinggal bersama manusia. Bahkan kepercayaan ini mampu mempengaruhi tayangan media nasional. Hampir setiap stasiun televisi memiliki program tersendiri mengenai alam dunia lain dan makhluknya. Walau terdengar tidak rasional di era modernisasi ini, tetapi pasar Indonesia masih menyukainya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nielsen Media Reserch terkait rating yang di dapat oleh stasiun televisi terhadapad tayangan mistis.[15]
Program
Stasiun
Jumlah Pemirsa (ribu)
TV Share (%)
Rating (%)
Dunia Lain (Kamis)
Trans TV
2.684
24,5
7,6
Dunia Lain (Selasa)
Trans TV
3.415
24.7
9.7
Gentayangan Live Bali
TPI
1.363
14.4
3.9
Gentayangan (Selasa)
TPI
2.016
17.2
5.7
Percaya Nggak Percaya
ANTV
346
4.7
1
Ekspedisi Alam Gaib*
TV7
407
5.5
1.2
Ekspedisi Alam Gaib*
TV7
470
9.3
1.3
Ekspedisi Alam Gaib Misteri BG
TV7
627
4.5
1.8
Data di atas merupakan hasil survei Nielsen Media Research di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Makassar, dan Palembang. Survei dilakukan pada 23 Mei 2004 hingga 29 Mei 2004 *)dengan jam tayang berbeda

Kebatinan bukan bagian dari agama, melainkan bentuk kebudayaan yang dibawa dari para leluhur dan telah menjadi adat dalam suatu kebudayaan tertentu. Pada hakikatnya kebatinan mengajarkan tentang hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusai dengan Tuhan. Sehingga kebatinan tidak dapat dikupas dengan sudut pandang agama, tetapi melalui sosiologi kebudayaan dan filosofi kebatinan itu sendiri.[16 

Kalau saja kepercayaan nenek moyang ini diadopsi oleh seluruh lapisan masyrakat, maka Indonesia tidak perlu lagi menrekrut angkatan bersenjata, memberikan pelatihan, membeli berbagai perlengkapan persenjataan yang harganya kita tahu tidaklah murah, dan membangun sebuah pangkalan besar. Karena dengan ilmu hitam, masyarakat Indonesia cukup menghafalkan mantra dan berkomat-kamit sebentar kepada setiap negara yang mengancam keutuhan wilayah Indonesia. Tidak perlu lagi merayu pihak asing, berdalil menjalin hubungan diplomatis dengan mereka. Cukup sedikit belajar gendam, Amerika, Australia, Malaysia akan bertekuk lutut di bawah Indonesia.


[5] Lubis, Mochtar. ........... Manusia Indonesia. ..................
[7] Giddens, Anthony, dkk. 2008. La Sociologie Histoire et Idees atau Sosiologi: Sejarah dan Berbagai Pemikirannya. Terj. Ninik Rochani Sjams. Yogyakarta: Kreasi Wacana (hlm. 8)
[8] Pranoto, Ki Agung. 2000. Saatnya Dukun Bicara. Yogyakarta: Galang Press (hlm. 35)
[9] ibid
[10] Maskum, Ali. 2009. Pengantar Filsafat: dari Masa Klasik hingga Potmodernisme. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media (hlm. 381)
[12] Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta
[16] Pranoto, Ki Agung. 2000. Saatnya Dukun Bicara. Yogyakarta: Galang Press

3 komentar:

  1. seperti yang dikatakan oleh Auguste Comte dalam teori hukum 3 tahap perkembangan pemikiran manusia, yaitu bagaimanapun theologis-nya pemikiran suatu masyarakat pastilah ada sisi positivis dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, sebaliknya pada saat sekarang dengan masyarakat sudah mencapai tahap positivis dengan didasari oleh kepercayan terhadap ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional, tetaplah masyarakat dipengaruhi oleh pemikiran theologis yang diliputi hal-hal supranatural dan kepercayaan terhadap suatu kekuatan ilmu gaib dan benda.
    masyarakat berkembang pada dua sisi yang saling berlawanan dengan peran masing-masing dalam setiap kehidupannya.
    jika membicarakan konsep mengenai kepercayaan memang sangatlah sensitif, karena itu menyangkut diri pribadi kepada hal profane sebagai "teman" dan "perselingkuhan" dari kehidupan duniawi yang penuh tuntutan...

    BalasHapus
  2. seperti yang dikatakan oleh Auguste Comte dalam teori hukum 3 tahap perkembangan pemikiran manusia, yaitu bagaimanapun theologis-nya pemikiran suatu masyarakat pastilah ada sisi positivis dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup, sebaliknya pada saat sekarang dengan masyarakat sudah mencapai tahap positivis dengan didasari oleh kepercayan terhadap ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional, tetaplah masyarakat dipengaruhi oleh pemikiran theologis yang diliputi hal-hal supranatural dan kepercayaan terhadap suatu kekuatan ilmu gaib dan benda.
    masyarakat berkembang pada dua sisi yang saling berlawanan dengan peran masing-masing dalam setiap kehidupannya.
    jika membicarakan konsep mengenai kepercayaan memang sangatlah sensitif, karena itu menyangkut diri pribadi kepada hal profane sebagai "teman" dan "perselingkuhan" dari kehidupan duniawi yang penuh tuntutan...

    BalasHapus
  3. sebenarnay pemikiran irasionalitas sepertiitu yang membuat negara ini tidak maju

    BalasHapus